3 Keadaan yang Manusia Tidak Bisa Terlepas Darinya

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala Puji Hanya bagi Allah. Dialah yang ditanganNya seluruh kekuasaan, yang menciptakan hidup dan mati untuk menguji siapa diantara hambaNya yang paling baik, ikhlas, dan sesuai dengan apa yang diajarkan dan dikehendakiNya.

Dunia tidak selamanya berada dalam satu keadaan. Tidak ada waktu dan tempat bagi seorang muslim untuk bersantai-santai didalamnya, sampai disaat kaki ini telah melangkah masuk ke dalam surga. Hendaknya bagi setiap muslim untuk berjuang selama masa hidupnya di atas jalan Allah yang lurus. Jalan yang senantiasa kita minta setiap raka’at shalat kita. Jalan yang berjalan diatasnya orang-orang yang diberi nikmat dari para nabi, orang-orang shiddiq, para syahid, beserta orang-orang shalih.

Sesungguhnya kehidupan dunia ini tidaklah selamanya berisi kenikmatan, kemakmuran, kesenangan, kebahagiaan, ataupun keberhasilan. Tidak selamanya seperti itu, hanya saja kehidupan dunia ini berputar pada tiga hal.

1-    Adakalanya seseorang itu tertimpa musibah,
2-    Adakalanya dia diberi oleh Allah sebuah nikmat, dan
3-    Adakalanya dia jatuh kedalam lubang maksiat.

Ketiga hal inipun telah Allah tunjukkan dalam ucapannya didalam Al-Qur’an,

...وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا...(140)

Dan hari-hari itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir).  (Ali ‘Imran : 140)

Maka hendaknya bagi setiap hamba untuk mengingatkan dirinya disaat dia tertimpa musibah bahwa hal tersebut tidaklah khusus hanya terjadi pada dirinya semata. Sesungguhnya hal yang serupa dan bahkan lebih dari itu telah dirasakan dan dilalui oleh para wali Allah sebelum dirinya. Maka hendaknya dia mengingatkan dirinya akan hal tersebut, kemudian bersabar, dan menanti akan kebahagiaan yang telah Allah janjikan setelah itu dan akhir yang baik bagi orang-orang bertakwa.
Allah telah mengabarkan bahwa pasti kita akan diuji dengan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi diri kita,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah : 155-157)

Dan bagi orang-orang yang bersabar itulah kabar gembira. Diantara sebab yang dapat membuat seseorang bersabar dan menerima musibah yang dia alami adalah dengan beriman kepada takdir Allah yang baik maupun yang buruk. Barangsiapa yang beriman dengannya maka  musibah itu tidak akan membuatnya terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Allah telah mengabarkan akan buah dari salah satu rukun iman yang enam ini,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)

Tiada suatu bencanapun di bumi dan (tidak pula) yang menimpa dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Al-hadid : 22-23)

Inilah buah dari iman kepada takdir yang buruk yang menimpamu ataupun yang baik. Sesungguhnya kedua hal tersebut merupakan cobaan bagi setiap anak manusia. Janganlah menjadi orang yang bila Allah mengujinya dengan kesusahan maka dia sangat bersedih hati kemudian berkata bahwa Allah telah menghinakannya dan terus senantiasa berkeluh kesah. Sebaliknya, bila Allah mengujinya dengan kenikmatan maka dia berkata bahwa Allah telah memuliakannya dan bersamaan dengan hal itu dia pelit, terlampau dalam  kegembiraannya dan tidak mau berbagi dengan sesama.

Berdasarkan hal tersebut, hendaknya bagi siapa yang mendapat kenikmatan untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepadanya, karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian semua sebuah perkara yang besar.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7)

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih".(Ibrahim : 7)

Disisi lain, Dia juga telah memerintahkan kalian semua dengan hal ini dalam ayatnya,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ (152)

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) -Ku. (Al-Baqarah : 152)

Bahkan, diantara ‘ulama yang terdahulu ada yang berkata,

فَإِنَّ الله إِذَا وَفَّقَكَ لِلشُّكْرِ فَهَذِه نِعمَة تَحتَاج إِلى شُكْر جَدِيد، فَإِنْ شَكَرتَ فَهِي نعمة تحتاج إلي شكر ثَانٍ، فإن شكرت فهي نعمة تحتاج إلي شكر ثَالِثٍ. وهَلُمَّ جَرًّا.

Sesungguhnya jika Allah –subhanahu wata’ala-  memberimu taufiq untuk bersyukur maka ini adalah sebuah nikmat yang butuh kepada syukur yang lain. Jika engkau telah bersyukur (untuk nikmat pertama ini) maka ia adalah nikmat yang butuh kepada syukur yang kedua. Kemudian, jika engkau telah bersyukur (untuk nikmat yang kedua) maka ia adalah nikmat yang butuh kepada syukur yang ketiga, dan begitulah seterusnya. (lihat syarah riyadhus shalihin, karya syaikh al-‘utsaimin -rahimahullah-)

Sehingga, dari pembahasan di atas dapat diketahui apabila seseorang ditimpa musibah maka yang harus dia perbuat adalah bersabar dan apabila Allah memberinya sebuah nikmat maka yang harus dia lakukan adalah bersyukur. Kedua hal ini telah membuat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- takjub kepadanya, beliau bersabda

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Sungguh mengagumkan keadaan seorang mukmin! Segalanya serba baik dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh orang mukmin. Apabila dia mendapat kesenangan, maka dia pun akan bersyukur maka hal itu menjadi baik baginya. Sebaliknya, apabila dia mendapat kesukaran, maka dia pun bersabar,maka hal itu menjadi baik baginya.' (Muslim, no 2999, kitab zuhd wa raqa’iq, bab Orang mukmin semua keadaannya adalah baik)

Sehingga diantara para ‘ulama terdahulu ada yang berkata,

الْإِيمَانُ نِصْفَانِ: نِصْفٌ صَبْرٌ، وَنِصْفٌ شُكْرٌ

Iman itu terbagi menjadi dua. Bagian pertamanya adalah bersabar dan bagian keduanya adalah bersyukur. (lihat zaadul ma’ad, karya ibnu qayyim al-jauziyyah)

Disamping kedua hal yang telah disebutkan di atas, terdapat sebuah hal lain yang harus kita ketahui. Hal tersebut bahwa semua manusia tidak ada yang terlepas dari kesalahan, baik yang besar maupun yang kecil. Karena itu kita harus mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan jika kita kelak jatuh kepada sebuah kesalahan. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- telah memberikan solusi dalam sabdanya yang mulia,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Setiap anak adam itu banyak berbuat salah dan sebaik-baik dari orang-rang tersebut adalah yang banyak bertaubat.(At-tirmidzi dengan mengganti lafazh “بني” dengan “ابن” (2499), ibnu majah (4251), dan ad-darimi (2769), dihasankan oleh syaikh al-albani dalam shahihul jami’)

Beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam- bukanlah seorang yang berbicara, kemudian lupa dengan apa yang dibicarakannya dan berbuat tidak sesuai apa yang diucapkannya, karena beliau mengetahui betapa marah, benci, dan tidak senangnya Allah kepada orang yang berucap sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Hal ini ditegaskan oleh beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam sabdanya,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللهِ، فَإِنِّي أَتُوبُ، فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ، مَرَّةٍ

Wahai manusia !! bertaubatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya saya bertaubat dalam sehari seratus kali. (muslim no.2702 -42)

Dan dalam riwayat lain,

إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِي، وَإِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ، فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

Sesungguhnya hatiku lupa padahal sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah dalam sehari seratus kali (muslim no.2702 -41)

Inilah dia tiga keadaan yang manusia tidak bisa terlepas darinya. Syaikhul islam muhammad bin abdul wahab telah mengumpulkannya dalam muqaddimah bukunya yang berjudul “Qowa’idul Arba’” yang semestinya seorang penuntut ilmu untuk membacanya dan menghafalnya. Beliau berkata,

أَسْأَلُ الله الكَرِيْم رَبَّ العَرْشِ العَظِيمَ أَن يَتَوَلَّاكَ فِي الدُّنْيَا والآخِرَة، وأَنْ يَجْعَلَكَ مُبَارَكًا أَيْنَمَا كُنتَ، وَأَنْ يَجْعَلَكَ مِمَّنْ إِذَا أُعْطِيَ شَكَرَ، وإذَا ابْتُلِيَ صَبَرَ، وإذ أَذْنَبَ اسْتَغْفَرَ، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ الثَلَاثَ عُنْوَانُ السَعَادَة.

Aku memohon kepada Allah Yang Maha Mulia, Rabb (Pemilik) Arsy yang Maha Agung, agar senantiasa menolong dan membelamu di dunia dan di akhirat, menjadikan kalian seorang yang senantiasa diberkahi di mana saja kamu berada, dan semoga Allah menjadikanmu termasuk orang-orang yang apabila diberi kenikmatan bersyukur, apabila ditimpa musibah bersabar dan apabila terjatuh dalam perbuatan dosa beristighfar. Sebab ketiga perkara itu adalah tanda-tanda kebahagiaan.

Semoga Allah menjadikanku juga dirimu termasuk kepada golongan yang mendapat kebahagiaan ini. Allahumma amin.
Selesai ditulis, 5 rabi’uts tsaniyah 1435/5 april 2014 M
gurfah 19, Sakanuth thullab
Ma’hadul ulum al-islamiyah wal ‘arabiyah fii jakarta

Akhukum fillah
Ridwan al-anbuniy